Memperhitungkan Weblog
sebagai Media Baru
JAKARTA – Makin deras deru teknologi informasi (TI), makin membebaskan siapa saja membuat media. Blog, halaman website pribadi yang awalnya hanya dianggap sebagai diari, kini mulai dianggap sebagai media baru.
Seorang praktisi teknologi informasi (TI) sempat dikecam komunitas TI lainnya. Ini berangkat dari kritiknya yang menganggap bahwa fasilitas blog di internet hanyalah sebuah tren sesaat yang mulai ketinggalan zaman. Kontan saja sang praktisi tersebut memanen kecaman dan protes pedas dari banyak blogger, demikian sebutan bagi para pembuat blog.
”Ini bukan tren sesaat. The Guardian, harian terkemuka di Inggris, sudah mulai meluncurkan blog beritanya sejak 2001. Berbagai media lain pun kemudian mengikutinya, majalah Wired, San Jose Mercury News, dan banyak media lain.
Sebuah blog tentang Irak, Baghdad Burning, bahkan sudah diterbitkan menjadi buku,” bantah Arif Rohkmat Widianto, seorang blogger yang cukup bisa dibilang veteran.
Media Baru
Menurut Arif yang juga seorang pengembang web, kehadiran blog sempat membuat sejumlah media massa internasional gempar. Pada tahun 1999, berbagai media sempat menyebut blog sebagai era kebangkitan web media, yakni era media massa baru setelah datangnya internet. Ketika media massa luruh ke tangan individu, dan masing-masing individu menjadi medianya sendiri, inilah
kebebasan informasi itu sesungguhnya.
Blog yang banyak dikenal awam Indonesia adalah website pribadi yang bisa dibuat secara gratis dengan teknik cukup simpel. Masuk saja ke salah satu portal penyedia blog seperti www.blogger.com, lalu kita langsung bisa melakukan registrasi. Ada sejumlah template yang bisa dipilih sebagai tampilan weblog sesuai selera kita. Sesudahnya bisa diisi sesuka hati, apa itu catatan harian, puisi, cerita pendek, atau sekadar curahan isi hati.
Popularitas blog membuat bukan hanya orang awam yang membuat blog, namun juga sejumlah tokoh kenamaan dunia. Pengamat sosial politik Noam Chomsky, Lawrence Lessig, profesor hukum di Stanford University yang juga kolumnis tetap majalah Wired, sampai Budi Rahardjo, dosen Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB).
Tidak tanggung-tanggung, blogger bahkan ikut dianggap sebagai jurnalis oleh keputusan pengadilan tinggi Amerika Serikat. Mereka menggolongkan blogger, yakni orang yang walaupun hanya duduk berpakaian piama di depan komputer pribadinya sebagai penulis blog mempunyai hak perlindungan yang sama dengan penulis di media cetak periodik.
Sejarah Blog
Sesungguhnya, apa itu blog? ”Blog merupakan kependekan dari weblog, istilah yang dipakai pertama kali oleh Jorn Barger pada Desember 1997. Yang dimaksud Barger dengan weblog adalah kelompok pembuat website pribadi yang selalu diperbarui secara periodik dan berisi link ke website lain. Pembuat weblog sendiri populer dengan sebutan blogger,” papar Enda Nasution, seorang blogger, alumnus Fakultas Teknik Sipil ITB dalam blognya yang menyediakan halaman khusus mengenai seluk-beluk weblog.
Menurut kolumnis San Fransisco Gate, Roger Yim, blog adalah persilangan antara catatan diari dengan daftar link di internet. Sedangkan Scott Rosenberg dalam kolomnya di majalah online Salon menyimpulkan bahwa blog berada pada batasan website yang lebih bernyawa daripada sekadar kumpulan link tapi kurang introspektif dari skadar diari yang tersimpan di dunia maya.
Perkembangan blog selanjutnya adalah saat blogger membuat weblognya khusus untuk dinikmati orang lain. Isinya tak hanya tulisan pribadi tapi juga kadang artikel, berita, atau bahkan foto-foto hasil bidikan sendiri yang memang dibuat agar orang lain bisa ikut menyimaknya. Inilah tahap di mana sebuah weblog mulai bisa diperhitungkan sebagai media baru di samping portal berita komersial.
Tentunya para blogger harus berterima kasih pada Marc Andersen, orang pertama yang berhasil membuat blog. Pada 1993 sebelum hadirnya browser Internet Explorer (IE), Andersen menggunakan Mosaic. Namun weblog pribadi baru dimulai oleh Justin Hall pada Januari 1994. Sejak itu mulai bermunculan weblog-weblog yang mengikuti langkahnya. Bisa dikatakan saat itu blogger masih terbilang ”manusia” baru di dunia maya.
Baru kemudian setelah Pyra Lab meluncurkan layanan Blogger.com, para user internet mulai melirik kemudahan membuat weblog. Blogger.com memungkinkan siapa saja dengan pengetahuan dasar tentang Hyper Text Markup Language (HTML) dapat menciptakan blognya sendiri secara online dan gratis.
Blogger.com saat ini telah memiliki sekitar 100.000 blogger yang memanfaatkan layanan mereka dengan pertumbuhan jumlah sekitar 20 persen per bulannya. Di luar Blogger.com, ada banyak layanan lain sejenis seperti Grouksoup, Veloxinews, Edith This Page, dan banyak lagi.
Komunitas blogger di Indonesia cukup membanggakan, mengingat pengguna internet masih cukup minim. Dilihat dari sisi angka memang masih teramat kecil, tapi setidaknya mereka mempunyai keinginan cukup kuat untuk selalu mengisi blognya secara periodik.
Idban Secandri, seorang blogger sekaligus juga praktisi TI yang sempat bekerja sebagai programer di sejumlah portal kenamaan, saat ini tengah membuat pemetaan blogger Indonesia. Menurut perhitungan Idban sendiri, data untuk Indonesia tersedia sebesar 14 MB dengan jumlah lokasi sebanyak 108.714 buah. Dari perhitungan ini apabila dibandingkan dengan jumlah pengguna internet Indonesia menurut Asosiasi Penyedia Jaringan Internet Indonesia (APJII) sebanyak 12 juta, maka berarti blogger adalah 0,04 persen dari pemakai internet.
(SH/merry magdalena)
Rabu, 14 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar